Halaman

"life is always being a story..."

"yesterday, today and tomorrow..."

Minggu, 25 Agustus 2013

Egosentrisme/Fanatisme

Setahun yang lalu, gue masuk jadi anggota pengurus hima jurusan gue. Jujur awalnya, gue cuma ikut-ikutan temen-temen deket gue yang saat itu pada nunjuk. Karena takut ditinggal sendirian makanya gue ikut nunjuk. Waktu itu gue buta banget tentang organisasi kampus. Pengalaman organisasi di SMA, bener-bener belum bisa disebut pengalaman. Karena meskipun gua pernah secara struktural jadi sekretaris suatu ekskul, tetep yang ngerjain tugas2 sekretaris bukan gue. Iya, gue dulu cupu banget, bahkan belum ngerti apa itu tanggung jawab. :(

Oke lanjut ke setahun yang lalu..
Jadi di hima itu pengurusnya 2 angkatan. Angkatan semester 5/6 dan 3/4. Dan gue angkatan 3/4. Gue bukan orang yang bisa mudah nyaman sama orang baru. Tapi kakak-kakak pengurus yang satu tahun di atas gue itu bener-bener baik sambutannya ke kami. Dan lambat laun gue mulai suka ada di lingkungan itu.

Eits, ada yang terlewat. Kita flashback sebentar. Sebelum lantik-lantikan dan genti pengurus. Ada masalah besar di hima, karena mubes kepengurusan hima tahun sebelumnya tidak berakhir sesuai yang diharapkan. Usut punya usut, terungkaplah skandal angkatan ganjil-genap. Entah siapa orang terdahulu yang mencetuskan konsep ini. Entah siapa pula yang menyebarkannya. Itu misteri.

Beberapa dari angkatan gue bisa dibilang fanatis dengan hal itu. Entahlah saat itu gue masih jadi seseorang dengan kepedulian rendah terhadap isu-isu politik macam itu. Bahkan kepedulian gue terhadap angkatan sendiri aja bisa dibilang sangat kurang. Wajar mungkin karena kami semua baru saling kenal selama 1 tahun. Waktu yang menurut gue kurang bahkan hanya untuk sekedar beradaptasi.

Semua baik-baik aja dan lancar-lancar aja di kepengurusan yang baru. Ya, hanya untuk beberapa bulan awal. Sampai pada suatu ketika 'perang saudara' itu terbuncah lagi. Gue lupa awalnya karena apa. Tapi ada kesenjangan antara 2 angkatan pengurus. Yang sepertinya memang akan selalu terjadi di setiap periode kepengurusan.

Mungkin awalnya gue ga peduli, tapi saat itu karena gue akhirnya mulai merasa menyayangi angkatan gue, akhirnya egosentrisme/fanatisme itu muncul. Saat itu tiap ada kekeliruan-kekeliruan kecil yang dibuat angkatan 5/6, seakan-akan menjadi sangat besar dan tidak termaklumi. Entah itu egosentrisme atau fanatisme tepatnya. Bahkan gue ga tau definisi kedua kata itu, tapi sepertinya tepat untuk mendeskripsikan diri gue saat itu. Gue dari yang tadinya anak baik, berubah jadi salah satu yang paling vokal untuk menegur (dalam konteksnya, namun faktanya lebih ke menyalahkan) kakak-kakak di atas kami. Gue saat itu masih ga bisa mencerna masalah dengan benar dan menghasilkan solusi. Malah menyalahkan dan merasa terzalimi sendiri. Dulu gue bener-bener memalukan. Akhirnya, bukan perdamaian namun kesenjangan yang makin tercipta antar 2 angkatan pengurus. Hingga akhir masa jabatan kepengurusan.

Liburan semester kali ini, gue lebih banyak berpikir tentang apa-apa saja yang udah gue lewati di hidup gue. Semua keputusan, yang benar ataupun yang bodoh. Semua kata yang pernah keluar dari mulut gue. Entahlah, gue jadi suka me-re-arrange kalimat-kalimat itu jadi kalimat yang benar dan seharusnya gue ucapkan. Banyak banget penyesalan, ternyata kalimat yang keluar dari mulut kita bisa jadi lebih melukai dibanding pisau. Bahkan satu kalimat bisa menghanguskan kebaikan-kebaikan orang lain yang pernah kita terima.

Selain kata-kata yang pernah terucap dari mulut sendiri, gue juga lebih banyak mengingat kebaikan-kebaikan orang di liburan ini. Begitu banyak kebaikan yang udah gue terima tapi ga pernah gue sadarin. Iya, kebaikan orang itu kadang kayak oksigen. Gak keliatan tapi ada.

Gue sadar banget, gue yang 'sebelum liburan' ini bener-bener jahat dan memalukan. Banyak hal yang gue lakukan dan gue anggap sangat benar saat itu kemudian menjadi sangat salah saat ini. Termasuk ketika gue menyalahkan kakak-kakak pengurus yang udah begitu baik sama gue. Saat itu gue hanya melihat satu sisi. Mereka salah. Padahal ada sisi yang lain, yaitu ternyata angkatan kami juga belum benar. Iya egosentrisme dan fanatisme. Karena merasa ada 'pride' yang harus terus dijaga. Sehingga lupa. Kadang kita terlalu melihat satu aspek, sehingga lupa dengan aspek-aspek yang lain.

Kalo waktu bisa dikunjungi kembali, gue pengen ngerubah kalimat gue yang ngebuat semua jadi bertambah buruk. Waktu itu gue protes karena gue dimasukin dalam kepanitiaan sebagai sekretaris, tapi gue bahkan ga ngelakuin apa-apa sampe acara selesai. Seandainya waktu itu gue bilang "Angkatan kakak salah, tapi angkatan saya juga salah. Angkatan kakak ga mau minta tolong karena takut disangka nyuruh-nyuruh. Sedangkan angkatan saya ga mau ngebantu karena ngerasa ga dibutuhin karena kakak-kakak ga minta tolong. Kita terlalu pake gengsi satu sama lain. Jadi sampai kapan tidak akan ada yang benar. Semua merasa pihak yang lain salah. Ya semua pihak benar, karena semua pihak memang salah."

Gue menyesal ga pernah bilang itu. Tapi, ketika kita menyesal itu artinya kita belajar. Dan ketika kita menerima bahwa hal itu ga bisa diulang artinya kita tumbuh dewasa.

Dua kata yang tidak pernah tersampaikan. Maaf dan terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar